Selasa, 15 November 2011

Pengertian farmakodinamik

Definisi farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Selanjutnya akan kita bicarakan lebih mendalam tentang farmakodinamik obat.

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah:
1. Meneliti efek utama obat
2. Mengetahui interaksi obat dengan sel
3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons yang khas untuk obat tersebut.

Reseptor Obat
Reseptor adalah makromolekul ((biopolimer)khas atau bagiannya dalam organisme yakni tempat aktif obat terikat.
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein. struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan affinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat dapat menimbulkan perubahan yang besar

Interaksi Obat - Reseptor
persyaratan untuk obat - reseptor adalah pembentukan kompleks obat reseptor. apakah kompleks ini terbentuk dan seberapa besar terbentuknya tergantung pada affinitas obat terhadap reseptor. kemampuan obat untuk menimbulkan suatu rangsang dan membentuk kompleks dengan reseptor disebut aktivitas intrinsik. Agonis adalah obat yang memilki baik afinitas dan aktivitas intrinsik. Pada teori reseptor obat sering dikemukakan bahwa efek obat hanya dapat terjadi bila terjadi interaksi molekul obat dengan reseptornya. Lebih mudahnya dirumuskan seperti ini.
Obat (O) + Reseptor (R) --> Kompleks obat reseptor (OR) ---> Efek

Efek Terapeutik
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit. Berikut ini adalah tiga jenis terapi obat:
  • Terapi Kausal, obat yang berfungsi untuk memusnahkan penyebab penyakit, obat inilah yang digunakan untuk menyembuhkan penderita dari penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah antibiotik, anti malaria dan lain-lain.
  • Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk meringankan gejala dari suatu penyakit. contoh obat jenis ini adalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan sebagainya.
  • Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim diproduksi oleh tubuh.

Farmakodinamik

AMBARAN UMUM PENGARUH METABOLIT PADA PROFIL FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Selama lima decade ini aktivitas dari metabolit telah diketahui sebagai faktor penentu dari aktivitas farmakodinamik. Aktivitas metabolit tersebut dipengaruhi oleh :
1. Aktivitas sitokrom P-450 sebagai enzim pereduksi pada organ metabolisme.
2. Komplektivitas metabolit aktif pada efek farmakologis dari obat awal.
3. Lokasi yang spesifik dan fungsi metabolit tersebut.
4. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antara metabolit aktif dan obat awal sangat berbeda. Sehingga hubungan antara konsentrasi obat dan intensitas dari efek farmakologi sulit dibedakan. Variasi dalam pengukuran efek farmakologis yang sangat besar dapat menyebabkan hubungan antar konsentrasi obat dan efek menjadi tidak terukur.
5. Profil farmakokinetik dari komponen obat terkait dengan biotransformasi metabolitnya dan dapat dikatakan dalam dua konsep potensi farmakodinamik obat, dimana efeknya dapat positif atau negative.
Dalam suatu kerasionalan terapetik perlu melihat suatu tujuan dari pemberian obat tersebut yang dimana dapat dilihat dari proses obat tersebut. Proses tersebut dapat digambarkan dari hubungan antara obat utuh dalam bentuk sediaan tertentu, metabolit, dan respon farmakologinya yang dimana semua hal tersebut dapat diketahui dengan suatu metode yang spesifik dan sensitive terhadap obat dan metabolitnya serta pendeteksian efek farmakodinamiknya.
METABOLISME OBAT
Hati adalah tempat terjadinya aktivitas metabolisme dan biotransformasi. Extrahepatic metabolisme, seperti di dalam paru-paru, ginjal, dan GI, merupakan disposisi dari suatu obat yang penting untuk diperhatikan. Terjadinya proses biotransformasi dibantu oleh enzim dan mengubah bentuk lipofilik obat menjadi bentuk larut air (hidrofilik). Hasil metabolit yang larut air (hidrofilik) cenderung akan diubah menjadi bentuk ion pada kondisi fisiologis dengan pH tertentu, untuk lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Biotransformasi terjadi dalam 2 fase yakni fase 1 dan fase 2. Fase 1 terjadi oksidasi, reduksi dan hidrolisis dimana metabolit diubah menjadi bentuk yang polar.
Reaksi biotransformasi terjadi pada fase 2, reaksi ini melibatkan reaksi konjugasi dari metabolit dan substrat endogen seperti asam glukoranat, sulfat dan gliserin. Metilasi dan asetilasi termasuk fase 2 reaksi konjugasi.
FARMAKOKINETIK METABOLIT
Metabolisme obat menjadi ketertarikan tersendiri dan pengukuran terhadap besarnya metabolit dapat menjadi suatu alat yang dapat menggambarkan karakteristik disposisi, farmakokinetik, toksikologi, dan farmakodinamik dari obat yang bersangkutan. Pada beberapa kasus misalnya pada angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) dimana obat utuhnya bersifat inert (prodrug). Dan harus dimetbolisme terlebih dahulu supaya menjadi aktif. Beberapa metabolit kemungkinan berbeda tidak bermakna dalam mekanisme aksi farmakologinya. Pada kasus diatas perbedaan tidak bermakna terdapat pada efek farmakologis dari N-acetylprocaninamide. Ada kemungkinan metabolit yang lain bertanggungjawab terhadap sifat toksik. Kemungkinan interaksi farmakokinetik terjadi ketika metabolisme obat utuh dihambat atau ditingkatkan ataupun dikarenakan transport dari plasma atau sisi aktif jaringan.
First-pass metabolism hepatic kemungkinan akan mempengaruhi secara signifikan terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat utuh dan metabolit aktif. Obat yang ekskresi melalui hepar tinggi akan cenderung memperlihatkan konsentrasi plasma dari metabolit yang lebih tinggi serta kemungkinan mempunyai peak yang lebih cepat dari obat tersebut. Beberapa factor akan menentukan hasil farmakodinamik secara menyeluruh tergantung pada aktivitas dari obat utuh dan metabolit, pengikatan obat oleh protein dan aliran darah menuju hepar.
INTERAKSI FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK METABOLIT AKTIF
Perkembangan teknologi yang ada telah meningkatkan kemampuan analisis kimia untuk mengidentifikasi dan mengetahui jumlah metabolit pada system biologis. Pada kenyataannya pengukuran efek farmakologis metabolit aktif obat sangat sulit dilakukan. Penambahan sejumlah metabolit meningkatkan kompleksitas dalam pengukuran efek farmakodinamik.
Penemuan metode lain untuk mengevaluasi aktivitas farmakodinamik metabolit aktif memerlukan suatu kemampuan dalam pengukuran efek farmakologis secara berulangseperti pada pengukuran konsentrasi obat dalam plasma tiap rentang waktu. Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan data farmakokinetik dan farmakodinamik sehingga menghasilakn suatu model matematis yang dapat dideskripsikan. Metode yang digunakan harus non-invasif, sensitive, reproducible, dan harus dapat mencakup target populasi pasien.
Masalah dalam penggunaan model logaritmik adalah ketergantungan pada parameter farmakokinetik dari obat utuh dan metabolit aktif. Kevalidan data diperoleh dari perkiraan aktivitas metabolit yang bergantung pada asumsi bahwa metabolit dan konsentrasi obat utuh dalam plasma mempunyai persamaan dengan konsetrasi dalam biofase. Dapat dipahami bahwa tanpa suatu persamaan biofase, konsentrasi plasma tidak akan mencerminkan keseluruhan konsentrasi pada sisi aktif reseptor dan membuat perbandingan perbandingan yang lemah. Terdapat beberapa factor yang berperan penting dalam hysteresis, rute pemberian dan first-pass metabolism mempunyai pengaruh yang besar pada pembentukan metabolit aktif dan efek farmakodinamik. Secara teoritis, “anticlockwise” akan terjadi suatu kecenderungan pada suatu peristiwa dimana rasio metabolit aktif dari obat utuh mengingkat dengan bertambahnya waktu. Contohnya fenomena ini terjadi pada trisiklik antidepresan amitriptilin dan imipramin dan metabolit aktifnya nortriptilin. Determinasi trisiklik antidepresan ini dilakukan dengan interaksi multiple reseptor.
Pharmacologic Effect
Concentration-Time
Untuk mempermudah pemahaman mengenai anti clockwise hysteresis maka dapat dikatakan bahwa anti clockwise hysteresis merupakan keadaan dimana konsentrasi tidak berkolerasi langsung dengan efek farmakologis. Ketika konsentrasi dalam darah mencapai konsentrasi maksimal belum tentu efek farmakologinya sudah mencapai efek maksimal. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proses metabolisme utuh belum berjalan sempurna. Dalam keadaan ini jika metabolitnya aktif maka efek obat akan tetap maksimum walaupun konsentrasi obat dalam darah sudah menurun. Hal ini dapat digambarkan seperti grafik diatas.
Beberapa asumsi mengenai penyebab terjadinya anti clockwise hysteresis salah satunya yaitu efek yang diukur merupakan efek aditif dari obat utuh dan metabolit aktifnya, meskipun potensi efek sinergisnya sering tidak terlihat. Bisa dikatakan bahwa selalu terdapat kemungkinan bahwa metabolit aktif tidak bereaksi dengan sisi aktif yang sama dengan obat utuh. Meskipun keberadaan metabolit yang belum teridentifikasi ini sangat mungkin adanya.
Berdasarkan pendapat Valeriola dkk, prospek sinergisme produk metabolit aktif yang tidak teridentifikasi lebih besar dari pada respon efek farmakologi aditif obat awal dan metabolit aktifnya. Penelitian mengenai aktivitas sitotoksik daunorubicin dalam plasma dan metabolit aktifnya deunorubicinol mempunyai aktivitas yang lebih besar dari yang perkiraan pada terapi pasien yang menderita myeloblastic leukemia akut. Kenyataan hasil penelitian metabolit aktif tersebut dapat dipercaya, namun ini hanya pendapat yang sinergisme.
Walaupun metabolit aktif yang bersifat antagonis jarang terlihat, tapi kemungkinan untuk terjadi tetap ada. Kasus yang biasa terjadi pada metabolit yang berbeda profil farmakokinetiknya dari obat utuh lebih memilih berinteraksi dengan reseptor. Contohnya adalah interaksi antara pirimidone dengan metabolit aktif dari fenobarbital, dimana fenobarbital memiliki efek yang dapat meningkatkan metabolisme pirimidone.

Perundang-undangan obat

   Pengertian obat sebagai sediaan farmasi dapat dilihat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan antara lain disebutkan 4) :
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika (pasal 1).
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (pasal 1).


        Berdasarkan keamanannya, obat dapat digolongkan ke dalam golongan narkotika, obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas. Obat mempunyai kedudukan yang khusus dalam masyarakat karena merupakan produk yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun demikian, penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional dapat membahayakan masyarakat. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan, Pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap penyebaran informasi obat, termasuk periklanan obat. Dalam periklanan obat, masalah yang dihadapi relatif kompleks karena aspek yang dipertimbangkan tidak hanya menyangkut kriteria etis periklanan, tetapi juga menyangkut manfaat-resikonya terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat. 

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06. 32.3.295 tahun 2009 tentang Pedoman Pengawasan Promosi dan Iklan Obat antara lain disebutkan bahwa dalam upaya perlindungan masyarakat dari penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi dan iklan diperlukan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas obat dan Makanan (Badan POM) dan Balai POM di provinsi. Sasaran pengawasan adalah seluruh kegiatan promosi termasuk sponsor dan iklan obat yang dimuat pada media cetak, media elektronik dan media luar ruang. Ruang lingkup pengawasan sebagai berikut:
-    Berdasarkan golongan obat, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras
-    Berdasarkan media, yaitu media cetak, media luar ruang, media elektronik, media ilmiah kedokteran dan farmasi, alat peraga atau alat bantu yang mengandung unsur promosi.
-    Berdasarkan bentuk kegiatan, yaitu sponsor pada pertemuan ilmiah/ sosial, sayembara/kuis berhadiah yang terkait pameran dan launching obat.
-    Berdasarkan sumber data pengawasan, yaitu hasil survei lapangan dan laporan masyarakat
Metode pelaksanaan dilakukan dengan pengambilan contoh iklan, evaluasi contoh iklan oleh petugas dengan menggunakan form penilaian iklan, dan penyusunan hasil evaluasi contoh iklan obat pada form pengawasan. Apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan, Badan POM dapat memberikan sanksi kepada industri farmasi atau PBF pemilik ijin edar, yaitu sanksi administratif berupa peringatan, penghentian kegiatan iklan, pencabutan ijin edar obat atau sanksi pidana sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 5)
        Masalah penelitian adalah meskipun pengawasan iklan obat di media cetak maupun media penyiaran sudah dilakukan, namun masih banyak yang tidak sesuai peraturan perundangan Laporan Badan POM 2007 menyebutkan, dari 234 iklan obat yang dipantau, 24% tidak memenuhi standar. 6)  Hasil penelitian Rosmelia (1994), yang melakukan evaluasi iklan obat di Majalah Populer menunjukkannya 69% iklan tidak menyebut nama bahan aktif secara benar, 29% iklan obat memberikan indikasi tidak benar, dan 31% iklan obat memberikan informasi yang menyesatkan.7) Hasil penelitian Suryawati (1994) tentang penerimaan konsumen terhadap penayangan bahan aktif dalam iklan obat di televisi, menunjukkan 25% tidak pernah memperhatikan iklan obat ditelevisi, 93% dari responden yg memperhatikan iklan obat menyatakan pencantuman nama bahan aktif bermanfaat dalam memilih obat sewaktu sakit dan menghindari kontra indikasi/ efek samping.8). Tujuan kajian adalah mendeskripsikan pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan obat dan peran serta masyarakat dalam pengawasan iklan obat. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan iklan obat dalam upaya perlindungan masyarakat konsumen.

Metoda Kajian
        Kajian data sekunder peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan obat dilakukan mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri kesehatan, peraturan menteri kesehatan, peraturan daerah sampai surat keputusan dan surat edaran. Data yang dikumpulkan adalah pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang terkait iklan obat dan peran serta masyarakat dalam pengawasan iklan obat. Analisis data berupa analisis pasal demi pasal dalam peraturan perundang-undangan.

Hasil Kajian
1.  Hak konsumen dan kewajiban produsen
        Didalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain disebutkan 9):
Hak konsumen antara lain adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa, hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa, dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (pasal 4).

Kewajiban pelaku usaha antara lain adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, dan menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku (pasal 7).

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut (pasal 8).

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain (pasal 13) 

       Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, antara lain disebutkan persyaratan obat yang boleh diedarkan 4)
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu dan terjangkau (pasal 98).
2.  Persyaratan iklan obat
        Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antara lain disebutkan 10):
Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan  (Pasal 31)

Sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi (Pasal 32).

Iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan (Pasal 33).

        Juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Kosmetika, Makanan minuman, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Alat Kesehatan, antara lain menyebutkan 11) :
Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-undangnan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain.

Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus


Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
(a)    Obyektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui
(b)    Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping
(c)    Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.

Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat.

Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak.

Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium.

Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.

Iklan obat tidak boleh : (a) Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi, (b) Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat yang dilakukan dengan berlebihan.

Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.

 Iklan obat tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.

Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional.

Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu.

 Iklan Obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut: BACA ATURAN PAKAI  JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER.

3.  Pengawasan iklan obat
        Pengawasan iklan obat dilakukan oleh Badan POM dan Unit Pelaksana Teknisnya, yaitu Balai POM yang ada di provinsi.12, 13)  Sistem pengawasan dilakukan dengan cara pembinaan industri farmasi melalui peraturan perundang-undangan, pengawasan penayangan iklan obat di media, dan edukasi masyarakat antara lain melalui public warning dan membuka Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) untuk menerima pengaduan masyarakat yang dirugikan oleh iklan obat. Iklan obat yang akan ditayangkan di media harus terlebih dahulu diaudit Badan POM. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Kosmetika, Makanan minuman, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Alat Kesehatan antara lain disebutkan 11)
Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang disetujui dalam pendaftaran.

4.  Sanksi terhadap iklan obat yang melanggar aturan
       Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, antara lain disebutkan sanksi administratif, perdata dan pidana 4)
Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 106 ayat 3).

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (pasal 196).


5.  Peran serta masyarakat dalam iklan obat
       Peran serta masyarakat dalam kegiatan kesehatan tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai berikut 4)
Masyarakat berperan serta, baik secara perorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 


Juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, sebagai berikut :10)
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta yang seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat dan atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan (Pasal 49).

Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Masyarakat dapat melaporkan kepada instansi pemerintah yang berwenang, dan/atau melakukan tindakan yang diperlukan atas terjadinya penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak rasional dan/atau memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan (Pasal 51) 

Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau badan yang diselenggarakan oleh masyarakat (Pasal 52). 

6.  Peran serta masyarakat melalui lembaga masyarakat
a.  Lembaga Perlindungan Konsumen
       Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain dinyatakan tujuan perlindungan kosumen antara lain adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian kosumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan kosumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai kosumen (pasal 3). Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk badan perlindungan kosumen Nasional (pasal 31), yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden (pasal 32). Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademisi dan tenaga ahli (pasal 36) 9)
       Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen (Pasal 1). Tugas LPKSM antara lain membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; dan melakukan pengawasan iklan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. 14)

b.  Komisi Penyiaran Indonesia
       Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran antara lain disebutkan untuk penyelenggaraan penyiaran dibentuk sebuah komisi penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terdiri dari KPI pusat dibentuk di tingkat pusat, dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran. Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan atau isi siaran yang merugikan (pasal 6, 7, 46 dan 52). KPI dan KPID merupakan lembaga untuk pengawasan iklan di media penyiaran, yaitu televisi dan radio  15)

c.  Dewan Pers
       Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers antara lain dinyatakan dalam upaya menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik pada media cetak dibentuk dewan pers yang bersifat independen. Masyarakat dapat memantau dan melaporkan mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dalam hal ini termasuk periklanan obat di media cetak. (pasal 15 dan 17) 16)

d.  PPPI
       Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) adalah asosiasi perusahaan-perusahaan periklanan yang bergerak di bidang komunikasi pemasaran. Tujuan PPPI adalah (a) menghimpun, membina dan mengarahkan segenap potensi perusahaan periklanan, agar secara aktif, positif dan kreatif, turut serta dalam upaya mewujudkan cita-cita dengan persaingan yang sehat dan bertanggung jawab, dan (b) mewujudkan kehidupan periklanan nasional yang sehat, jujur dan bertanggung jawab dengan cara menegakkan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia secara murni dan konsisten, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. 17)

Pembahasan
       Iklan obat dibedakan antara iklan obat bebas/ bebas terbatas yang dilakukan melalui media massa dengan sasaran masyarakat, dan iklan obat keras yang dilakukan hanya kepada profesi kesehatan melalui majalan ilmiah kedokteran dan farmasi. Peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan iklan obat bebas sudah cukup memadai.
       Pengawasan iklan obat dilakukan oleh Badan POM dan Balai POM di provinsi melalui  peraturan perudangan untuk industri farmasi, pengawasan iklan obat yang ditayangkan dan edukasi masyarakat. Mustahil Badan POM dan Balai POM di provinsi mampu mengawasi semua iklan obat di semua media yang ada di kabupaten/ kota tanpa mengikut sertakan Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota dan lembaga masyarakat. Badab POM perlu melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan lembaga swadaya masuarakat. Kerjasama ini dapat melalui sebuah kesepakatan berupa MoU yang masing-masing menjelaskan tentang tugas dan peran bersama dalam hal pengawasan iklan obat di wilayahnya. Badan POM perlu meningkatkan peran edukasinya kepada industri farmasi maupun konsumen. Edukasi kepada industri farmasi ditujukan agar  mampu memproduksi obat yang berkualitas dan mentaati peraturan perundang-undangan tentang periklanan obat. Edukasi kepada masyarakat konsumen ditujukan agar konsumen memiliki pengetahuan tentang obat dan kemampuan untuk ikut menilai iklan obat. Jika Badan POM dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota, kepolisian, kejaksaan, industri farmasi dan lembaga masyarakat secara efektif, maka pengawasan iklan obat dapat lebih efektif dan efisien 18)
        Peran serta masyarakat (PSM) adalah proses dimana individu, keluarga dan lembaga masyarakat termasuk swasta mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri, keluarga dan masyarakat serta mengembangkan kemampuan untuk menyehatkan diri, keluarga dan masyarakat. Tujuan PSM antara lain untuk meningkatkan kemampuan pemuka masyarakat dalam menggerakkan upaya kesehatan dan meningkatkan kemampuan organisasi masyarakat dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, antara lain berperan  dalam menelaah situasi masalah periklanan obat dan ikut terlibat dalam mengawasi dan memberikan saran terhadap iklan yang menyimpang. 19)
        Peran serta masyarakat melalui hukum perlindungan konsumen sebagai akibat dari kurang atau tidak terpenuhinya hak-hak normatif konsumen dapat diselesaikan melalui pendekatan hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Penyelesaian secara administrasi dapat dilakukan melalui pengaduan keberatan kepada instansi terkait dengan iklan obat, yaitu ULPK Badan POM untuk ijin edar obatnya, Lembaga perlindungan konsumen, KPI/ KPID terkait lembaga penyiaran, Dewan Pers terkait lembaga media cetak, dan PPPI untuk biro iklan. Penyelesaian secara hukum perdata untuk mendapat ganti kerugian dapat dilakukan melalui upaya damai Badan Penyelesaian Sengketa maupun peradilan dengan mengajukan gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum atau dasar tanggung jawab mutlak dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen. Secara pidana dapat merujuk ketentuan sanksi pidana yang diatur dalam Hukum Perlindungan Konsumen. 20)

Kesimpulan
1.    Iklan obat bebas harus obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan dan ditayangkan setelah mendapat persetujuan menteri kesehatan
2.    Pengawasan iklan obat bebas dilakukan oleh Badan POM dan Balai POM di provinsi. Kerjasama dengan berbagai pihak perlu dilakukan agar iklan obat bebas mentaati  peraturan perundangan yang berlaku.
3.    Peran serta masyarakat dalam pengawasan iklan obat antara lain dalam bentuk pengaduan kepada Badan POM atau lembaga masyarakat yang terkait dengan iklan obat. Apabila konsumen obat merasa dirugikan oleh iklan obat dapat menempuh jalur hukum melalui pendekatan administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana

Daftar Pustaka
1.    Niken Restaty, SM Modul Pengantar Periklanan. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Jakarta, 2005.   

2.    Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat, Wikipedia.org/wikipedia/informasi, 16 Desember 2008.

3.    Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, Jakarta 2005

4.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5.    Peraturan Kepala Badan POM RI  No. HK 00.06.323.295 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengawasan Promosi dan Iklan Obat

6.    24% Iklan Obat Tak Penuhi Standar. http://zubersafawi.blogspot.com/ 2007/07/24-iklan-obat-tak-penuhi-standar.html

7.    Rosmelia, Evaluasi Iklan di majalah populer, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta 1994.

8.    Suryawati, Penerimaan Konsumen terhadap penayangan Bahan Aktif dalam Iklan Obat di Televisi, Yogyakarta, 1994.

9.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 

10.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

11.    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan: Obat, Obat Tradisional, alat kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan minuman.

12.    Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Badan POM.

13.    Keputusan Kepala Badan POM Nomor 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM.

14.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

15.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

16.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

17.    Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. http://pppi.or.id/

18. Problem-pengawasan-produk-pangan. http://zubersafawi.blogspot.com/2009/02/ problem- pengawasan -produk-pangan.html

19.    Dodiet Aditya Setyawan, Hand out Ilmu Kesehatan Masyarakat semester 4, Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta, Surakarta, 2008.

20.    Iin Sihabudin, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Atas Iklan pada Media Televisi. Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat,  Banjarmasin 2006.
* Dimuat pada Jurnal Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.3, tahun 2009, hal 112

Macam-macam obat

Daftar Obat Generik

NAMA GOLONGAN/ KELAS TERAPI
NO
OBAT GENERIK
Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi nonsteroid, Antipirai
1
Acetosal
2
Allopurinol
3
As. Mefenamat
4
Fentanil
5
Ibuprofen
6
Ketoprofen
7
Ketorolak
8
Kolkisin
9
Meloksikam
10
Morfin
11
Na Diklofenak
12
Parasetamol
13
Pethidin
14
Piroksikam
15
Tramadol
Anastetik


Antialergi dan Obat untuk Anafilaksis
16
Cetrizin
17
Deksametason
18
Dipenhidramin
19
Epinefrin
20
Klorpheniramin
21
Loratadin
Antidot dan Obat lain untuk Keracunan
22
Kalsium Glukonat
23
Mg Sulfat
24
Na Bikarbonat
25
Nalokson
26
Protamin Sulfat
Antiepilepsi – Antikonvulsi
27
As. Valproat
28
Diazepam
29
Fenitoin
30
Karbamazepin
31
Phenobarbital
Anti Infeksi
32
Asiklovir
33
Amikasin
34
Amoksisilin
35
Ampisilin
36
Benzipenisilin
37
Ciprofloksasin
38
Dapson
39
Dikloksasilin
40
Doksisiklin
41
Efavirens
42
Eritromisin
43
Ethambutol
44
Fenoksimetilpenisilin
45
Flukonazol
46
Gentamisin
47
Griseofulvin
48
INH
49
Ketokonazol
50
Klindamisin
51
Kloramfenikol (Thiampenikol)
52
Klorokuin
53
Kotrimoksazol
54
Kuinin
55
Lamivudin
56
Levofloksasin
57
Metronidazol
58
Nevirapine
59
Nistatin
60
Pirantel
61
Pirazinamid
62
Primakuin
63
Rifampisin
64
Sefadroksil
65
Sefiksim
66
Sefotaksim
67
Seftazidim
68
Seftriakson
69
Stavudin
70
Streptomisin
71
Sulfasalazin
72
Tetrasiklin
Antimigrain
73
Ergotamin
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat untuk terapi paliatik
74
Asparaginase
75
Azatrioprin
76
Bleomisin
77
Cisplatin
78
Dakarbasin
79
Doksorubisin
80
Etoposid
81
Fluoro urasil
82
Hidroksil urea
83
Medroksiprogesteronasetat
84
Metotreksat
85
Siklofosfamid
86
Siklosforin
87
Sitarabin
88
Tamoksifen
89
Testosteron
90
Vinblastin
91
Vinkristin
Antiparkinson
92
Levodopa + Karbidopa
93
Triheksifenidil
Obat yang mempengaruhi darah
94
Fe Sulfat
95
Fitomenadion
96
Heparin
97
Warfarin
98
Traneksamat
Produk Darah


Diagnostik


Disinfektan & Antiseptik
Gigi & Mulut
99
Povidon iodin


Diuretik
100
Furosemida
101
HCT
102
Manitol
103
Spironolakton
Hormon, Obat endokrin lain dan Kontraseptik
Kardiovaskuler
Kulit, Obat Topikal
Larutan Dialisis Peritoneal
Larutan Elektrolit
Obat Mata
Oksitoksik dan Relaksan Uterus
Psikofarmaka
104
Acarbose
105
Etinil Estradiol
106
Glibenklamid
107
Gliklazid
108
Glikuidon
109
Glimepirid
110
Glipizid
111
Hidrokortison
112
Insulin
113
Levonorgestrel
114
Metformin
115
Metil Prednisolon
116
Pioglitazon
117
Prednison
118
Repaglinid
119
Rosiglitazon
120
Amlodipin
121
Atropin
122
Carvedilol
123
Digoksin
124
Dobutamin
125
Dopamin
126
ISDN
127
KCL
128
Klonidin
129
Lisinopril
130
Metildopa
131
Nifedipin
132
Nitrogliserin
133
Propanolol
134
Ramipril
135
Simvastatin
136
Streptokinase
137
Terazosin
138
Valsartan
139
Verapamil
140
Asam Retinoat
141
Basitrasin – Polimiksin B
142
Betametason
143
Mikonazol
144
Na Fusidat




145
Asetazolamid
146
Pilokarpin
147
Sulfacetamid
148
Timolol
149
Isoksuprin
150
Metil Ergometrin
151
Oksitosin
152
Alprazolam
153
Amitriptilin
154
CPZ
155
Flufenasin
156
Fluoksetin
157
Haloperidol
158
Quetiapin
159
Risperidon
Relaksan Otot Perifer dan Penghambat Kolinesterase
160
Pankuronium
161
Neostigmin
162
Piridostigmin
163
Suksametonium
164
Vekuronium
Saluran Cerna
165
Antasida
166
Bisakodil
167
Cimetidin
168
Dimenhidrinat
169
Domperidon
170
Lansoprazol
171
Loperamid
172
Metoklopramid
173
Neomisin
174
Omeprazol
175
Ranitidin
176
Sukralfat
Saluran Napas
177
Ambroksol
178
Aminophilin
179
Asetil Sistein
180
Bromheksin
181
Budesonid
182
DMP
183
GG
184
Ipatropium
185
Ketotifen
186
Salbutamol
187
Terbutalin
Obat yang mempengaruhi sistim imun
188
Hepatitis B rekombinan
189
Serum Antibisa ular
190
Serum Antidifteri
191
Serum Antirabies
192
Serum Antitetanus
193
Serum Imunoglobulin
194
Vaksin BCG
195
Vaksin Campak
196
Vaksin DTP
197
Vaksin jerap difteri tetanus
198
Vaksin meningokokus polisakarida A + C
199
Vaksin polio
200
Vaksin Rabies
Telinga, Hidung dan Tenggorokan
201
Oksimetazolin
Vitamin dan Mineral
202
Vitamin B6
203
Vitamin C